Kepergian yang Mendadak

Raja Sinatrya Putra Sirait, Sebuah Garis Bawah Misteri Kehidupan

Kepergian yang Mendadak (foto: JalanCerita)
Kepergian yang Mendadak (foto: JalanCerita)

JAKARTA, BatakNature: Kepergiannya sungguh tiba-tiba dan tak dinyana siapa pun. Hingga hari ini  diriku sendiri serasa bermimpi saban teringat pada dia. Betapa tidak?

Usianya baru 15 tahun. Anak kelas 1 di SMA Negeri 1 Bekasi ini sehat-sehat saja.  Sebagai guru taekwondo bersabuk hitam tentu saja tubuh jangkungnya lincah dan penuh tenaga. Wajarlah bila yang mengenalnya dengan baik terperanjat dan kehilangan kata-kata begitu mendengar berita pada Selasa kemarin (20 September 2022) bahwa dia telah tiada.

Kami yang serumah di Bogor termasuk yang terpana dan tak percaya.  Sampai hari ini pun sulit rasanya menerima kenyataan.

“Raja meninggal? Aduh…aduh….kok begitu cepat…Dia kan nggak sakit,” ucap istriku (Rin Hindryati) sebaik membaca grup WA keluarga besar kami, Selasa lalu.

Ucapan itu menghipnotis kami yang serumah. Benang-benang kenangan serta-merta bermunculan, terutama ihwal kedatangan Rouly, Raja Sinatrya Putra, dan Rena pada sebuah siang ke rumah kami di Bogor menjelang pandemi Covid-19 merebak. Tiga bersaudara ini disertai orangtua mereka, pasangan Freddy Sirait-Susana Susilowati.

Kehadiran mereka merupakan kali yang pertama dan tanpa diawali dengan janji.  Tentu saja kami ‘surprised’ sekaligus girang. Bercengkrama dengan riang kami semua hingga menjelang maghrib,  di hari itu.

Freddy Sirait, anak Sentral Lama, Pematang Siantar,  keponakanku. Ayahnya, Aman Darwin (Mangadar Sirait; dia beristrikan putri Tokke sembiring yang berumah persis di depan kedai kopi BKaro, Tigaraja) abang sepupuku. Kemistri yang cocok membuat kami berdua klop. Apalagi istri kami sesama ‘boru’ [putri] Jawa yang kemudian mencintai kultur ‘mBatak’. Keduanya akrab.

Duka mendalam (foto: FB Friska Nainggolan)

Rin dan diriku melayat ke Legenda Park, Bekasi Rabu kemarin. Sudah petang saat kami tiba. Ternyata Raja sudah dimakamkan di TPU yang tak jauh dari sana. Tentu saja kami kecewa karena tak sempat melihat jasadnya; kami kira penguburan esoknya.  Begitupun, perasaan senang akhirnya menyusup juga sebab  bisa bersua dengan beberapa kerabat terdekat yang sudah agak lama menghilang dari peredaran.

Seperti yang lain yang merupakan keluarga inti, diriku juga diminta menyampaikan kata-kata penghiburan. Kukatakan kepada Freddy, Susana, dan hadirin bahwa aku juga sangat berduka sehingga tak kuasa menghibur. Terang, kala itu,  saban melihat wajah kuyu ‘paruamenku’ [menantuku]: Susana yang berpanggilan Mama Rouly, hati ini kian pilu betul. Rin sendiri berurai air mata saat ‘mandok hata’ [berbicara].

Sebab apa persisnya Raja berpulang? Seorang kerabat kami menanyakannya. Sejauh itu, Rin dan aku sama sekali tak mengetahui pangkal masalahnya.

Freddy, anak gaul yang biasanya berpembawaan ceria, lantas bercerita. Kendati masih bisa tersenyum dan beberapa kali mengatakan yakin bahwa sang putra sudah di surga,  menurutku, sesungguhnya hatinya sedang remuk redam.

KERJA KELOMPOK

Minggu pagi Raja berpamitan karena akan kerja kelompok (kerkom). Ibunya keberatan karena seharusnya urusan sekolah dibereskan di hari lain saja. Keluarga ini memang terbilang relijius.

Raja memiliki argumen yang kuat.

“Tugas dikumpulkan Selasa lusa. Kalau dikerjakan sehari sebelumnya akan mepet. Senin kan pelajarannya padat. Karena itulah aku kebaktian di gereja kemarin [Sabtu],” kata Raja seperti ditirukan ibunya.

Keluarga datang menghibur (foto: P Hasudungan Sirait/BatakNature)

Ia dibolehkan pergi kerja kelompok di rumah temannya namun dengan catatan: langsung pulang kalau urusan telah beres. Anak lelaki satu-satunya yang baru saja lepas sidi bersama kakak dan adik (Rouly dan Rena) menunggangi sepeda motor.

Waktu lampau. Sudah lepas maghrib tapi Raja belum kunjung kembali. Ibunya menelepon untuk menyuruh pulang. Raja mengiyakan. Ia masih sibuk mengerjakan PR bersama kelompok.

Rupanya, siswa yang masuk SMA terbaik Bekasi lewat jalur prestasi itu tak pulang juga. Ibunya pun menjadi gundah dan penasaran. Ia menelepon lagi tapi kali itu tak ada balasan.

Sebuah berita kemudian terbetik di WA warga kompleks mereka. Isinya? Kira-kira seperti ini: “Ada tabrakan di jalan; motor lawan mobil. Di motor itu ada stiker kompleks kita. Korban anak remaja. Tanda identitasnya nggak ada. Anak siapakah?” 

Begitu membaca pesan di WA, pasangan Freddy-Susanna segera bergegas ke lokasi korban dirawat. Alangkah terperanjatnya mereka setiba di sana. Raja! Raja! Putra semata wayang mereka yang terkapar di ranjang! Kondisinya payah sudah. Kepalanya mengeluarkan darah.

Pasangan tersebut menunggui putranya di rumah sakit hingga malam berlalu. Mereka agak lega kemudian setelah seorang dokter bilang bahwa kondisi pasien sudah agak membaik. Begitupun, mereka tetap mendampingi dia.

Rouly dan Rena akhirnya diizinkan orangtuanya membesuk pada Selasa.

“Kami mendoakan betul ke Tuhan agar Raja diberi kesembuhan,” tutur si sulung, Rouly, ke Rin dan aku yang masih bertahan di rumah mereka hingga Selasa malam. “Tapi aku sekarang menyesal karena langsung membesuk Selasa itu. Soalnya, begitu bertemu dengan kami Raja langsung kritis. Kalau kami datang lebih lama mungkin kepergiannya tak akan secepat itu,“ lanjut remaja mandiri yang tahun ini sudah terdaftar sebagai mahasiswa jurusan informatika, President University, Jababeka, Bekasi.

Kehidupan ini misteri. Kapan ajal tiba,  tak seorang pun dari kita yang tahu pasti. Raja Sinatrya Putra Sirait  buktinya  yang kesekian. Selama ini ia bugar. Bersekolah di tempat yang terbaik. Disiplinnya tinggi dan perangainya terpuji. Seperti papa-mamanya, pergaulan dia luas. Masih berusia 15 tahun sudah menjadi guru taekwondo. Dengan kualifikasi ini wajarlah kalau ada yang memproyeksikan—termasuk aku—bahwa  masa depannya akan gemilang.

Selamat jalan Raja (foto: FB Friska Nainggolan)

Freddy Sirait sendiri, seperti yang ia katakan ke kami pada Rabu malam (seusai penguburan), berharap sang ‘lanang’ [lelaki] akan masuk Akabri darat. Tentang itu, ia sudah beberapa kali bertukar pikiran dengan seorang kerabat (dari pihak istri) yang perwira tinggi AD.

Nama ‘Raja’ pemberian dari Freddy. Ia terinspirasi oleh dua ‘amanguda’ (paman) yang bernama serupa yakni Raja Pangihutan Sirait (Pak Miduk) dan adiknya, Rajamin Sirait. Kakek kandung kami, Ompu Raja Doli, bersebutan raja juga yakni Raja Ihutan (Jaihutan) Ajibata.

“Aku sangat terinspirasi oleh ‘Uda’ Raja Pangihutan. Selain sangat baik, ‘Uda’ itu bisa merangkul kami semua anggota keluarga besar dari Pagarbatu, Ajibata. Aku ingin Raja, anakku, akan bisa seperti itu,” kata Freddy dengan suara yang kemudian mendadak terbata. Ia berbicara kepada teman-teman segereja yang datang memberi penghiburan pada Rabu malam.

Ah, manusia bisa berharap apa pun. Tapi, seperti kata mereka yang beriman, alhasil kehendakNyalah yang jadi. 

‘Only the good die young’, kata Billy Joel dalam lagu ciptaannya. Ini berlaku untuk raja.

Selamat jalan, Raja  Sinatrya Putra Sirait, sayang. Beristirahatlah dalam damai. Bahwa kau anak baik, itu dibuktikan dengan keberduyunan kawan dan gurumu dari masa TK, SD, SMP, dan SMA saat melayat. Pula, para tetangga dan warga gereja. ‘Ompung’mu: Rin dan aku,  semakin bangga padamu.

Jakarta, siang 25 September, 2022.